Minggu, 30 Agustus 2015

Kering, Curug Parigi Tetap Diminati


BANTARGEBANG, MEDIASI- Musim kemarau melanda hampir di seluruh wilayah Indonesia, termasuk objek wisata Curug Parigi di Kota Bekasi. Akibatnya curug tersebut terancam mengalami kekeringan. Kendati demikian Curug Parigi tetap diminati para pengunjung.

Curug Parigi memang dikenal luas karena bentuknya yang menyerupai Air Terjun Niagara dengan versi mini. Namun sayangnya, pemandangan itu mustahil dijumpai saat debit air sungai sedang surut.

“Mungkin karena sedang musim kemarau, sehingga debit air jadi berkurang. Tapi biar begitu lokasinya cukup asyik untuk bersantai dan foto-foto” ungkap Fery pengujung asal Kota Jakarta, jumat(28/8).

Menurut Fery, curug yang memiliki nama lain Curug Bantargebang ini memiliki potensi luar biasa. Bila dikelola dengan baik, Curug Bantargebang bisa menjadi tempat wisata yang sangat komersil. Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, lokasi sekitar curug harus dijaga kebersihannya.

“Sebenarnya kalau dikelola dengan baik curug ini bisa jauh lebih indah lagi. Terutama kebersihannya, sebab disini masih banyak sampah berserakan. Sebaiknya disediakan tempat sampah agar semakin membuat pengunjung merasa nyaman,” tutur Fery beri saran.

Lokasi tepat CurugParigi terletak di Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Semula, banyak khalayak tak menyangka bahwa Kota Bekasi menyimpan potensi wisata yang cukup menjanjikan. Seperti Dewi Prasista perantau asal Siantar, Sumatera Utara yang terkejut dengan beredarnya informasi mengenai Curug Parigi di Bantargebang.

“Ya, saya gak nyangka aja, sudah hampir satu tahun di Bekasi tapi baru tahu kalau ada curug di sini. Saya tahu dari orang yang share berita curug itu di grup Facebook. Karena penasaran, makanya saya sempatkan datang ke sini. Ternyata tempatnya bagus juga untuk foto-foto,” kata Dewi yang kini tinggal di Rawalumbu.

Sedangkan Handry Lumban Purba pendiri Komunitas Pinggir Kontrakan(K.P.K) menilai, Curug Bantargebang harus dijaga keberadaannya. Potensi Curug Bantargebang harus bisa dikelola sebaik mungkin. Menurutnya, dalam hal ini Pemerintah Kota Bekasi punya andil sangat besar untuk menjadikan curug itu sebagai ikon baru Kota Bekasi.
Handry Lumban Purba/HLP

“Kalau masyarakat saja menilai Curug Bantargebang punya potensi, mungkin Pemkot Bekasi pun menilai demikian. Siapa sih yang tak bangga punya air terjun niagara versi mungil di kota yang padat pabrik dan pemukiman. Semoga saja para warga, pengunjung, lurah dan Walikota Rahmat Effendi bisa mempertimbangkan potensi bagus ini,” ungkap Handry yang sempat berprofesi sebagai wartawan Harian Umum Berita Bekasi. (HLP)

Sabtu, 22 Agustus 2015

Ada Cinta Di Atas Cinta

Ada Cinta Di Atas Cinta
Handry Lumban Purba

Sore ini begitu cerah dan indah, sungguh aku iri pada keindahan yang aku tatap ini. Langit biru yang mulai gelap dengan awan berwarna orange memberiku kenyamanan tiada terkira. Membentang luas pesona langit menjadikan aku tetap kecil di bawah langit. Di sini aku masih duduk termanggu di sekitaran taman kampus yang tidak begitu indah. Memikirkan jalan keluar atas permasalahan yang aku hadapi. Dengan perut kosong yang sedari pagi tadi belum terisi nasi. Inikah rasanya kekurangan uang dan kekurangan sahabat. Aku memang banyak memiliki teman, namun apa guna banyak teman bila tiada sahabat yang sejati.

            “Jis, beli rokoklah, uangnya dari loe dulu nanti kalo udah dapet pinjeman, uangnya gua ganti” kataku kepada Ajis salah satu sahabatku sejak pertama kali masuk di kampus ini. Sejak siang selepas pulang kuliah aku bersama Ajis. Aku dan dia sering nongkrong bersama membicarakan bermacam-macam hal. Ajis yang sudah mengerti keadaanku saat ini pun tidak berlama-lama bergerak. Dia tahu apa yang harus dilakukannya, maka diapun bersiap membeli kopi hitam dan rokok secukup uang di kantongnya.

Pertama kali aku mengenal Ajis adalah saat ospek masuk ke Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung ini. Aku berkenalan dengannya sambil menawarkan kamar kost yang kosong di tempat aku tinggal. Ajis yang asli dari Majalengka ini pun tertarik dan akhirnya dia menjadi tetanggaku di Kosan Bosnia. Di kosan inilah aku dan dia belajar untuk saling memahami. Yang kemudian seiring berjalannya waktu, aku dan dia menjadi bersahabat.

Rokok dan kopi mempererat persahabatan kita, dan kali ini dialah yang sedang memiliki uang. Aku banyak bercerita kepada Ajis tentang segala rencana yang ada dalam benakku. Berharap aku bisa menemukan sesuatu yang positif dan berkaitan dengan rencana-rencanaku yang tertumpuk dalam pikiran. Yaa, walau aku tidak selalu yakin akan ada inspirasi yang keluar dari lidahnya. Tapi setidaknya Ajis adalah seorang sahabat yang bisa menjadi pendengar yang baik saat aku berbicara tentang segala macam khayalanku.

Tak lama Ajis datang dengan rokok gepe dan kopi dengan kap yang masih panas. “ini bos Handry, rokok dan kopinya tlah datang” ujarnya dengan logat sundanya yang kental. “beuh hatur nuhun pisan Jis, entar pasti diganti sama gua” jawabku karena merasa merepotkannya. Lalu duduklah Ajis di depanku dan mulai membuka topik pembicaraan baru, yakni membahas wanita. Dengan wajah yang sok dewasa dia membuka kembali lembaran lama yang ingin sekali aku lupakan. Entah apa maksud dan tujuannya membicarakan keadaanku setelah lebih dari tiga bulan aku putus dengan mantan pacarku.

Ajis mengingatkan kembali memori lama ketika aku masih bersama dengan mantan pacarku. Dia membandingkan sifat dan sikapku saat aku masih bersama Gilmi, Meycilya, Wilna dan Lia. Bagaikan peramal dia menebak-nebak diantara mereka berempat aku paling tidak bisa melupakan Gilmi walaupun Lia adalah cinta pertamaku ataupun Wilna, wanita yang terakhir putus denganku. Sedangkan Ajis menganggap Meycilya sangat tidak pantas untuk aku rindukan keberadaannya. Kata-kata Ajis yang secara panjang lebar ternyata mampu membuat kenangan manis bersama Gilmi muncul dengan tiba-tiba. Namun Berkenaan dengan itu juga kenangan buruk bersamanya ikut muncul kembali.

Memang tidak terelakkan aku dahulu begitu mencintainya lebih dari apapun. Dan perbedaan agama adalah alasan yang kuat bagi dirinya untuk lari dari kehidupanku yang sesungguhnya sudah sangat tulus untuk mencintainya. Gilmi memang wanita keparat yang bayangannya sangat sulit aku tumpas dari pikiranku.

“elu kenapa gak nyari cewek lagi aja ban? Siapa tahu kalo lu punya cewek disini, lu gak akan susah kayak gini lagi” ucap Ajis memecahkan suasana dengan memberikan saran kepadaku. “Ah, kapok gua pacaran mulu kalo ujung-ujungnya kaya yang udah-udah, tapi gak apa-apa sih kalo masih ada yang mau sama gua mah” balasku dengan iringan tawa.

Akhirnya pembicaraan ini menjadi terbatas seputar wanita saja bahkan hingga terlarut dalam alasan yang dibuat-buat. Mirisnya tanpa disadari efek dari pembicaraan ini menghasilkan pemikiran yang tidak aku inginkan. Kini aku mulai berpikir bahwa aku akan memulai lagi kisah cintaku dari nol. Lalu memulai menulis bait pertama pada halaman yang baru. “Oh, tidak.. ini tidak mungkin. Sepertinya yang aku butuhkan saat ini bukan wanita dan cinta namun uang” ungkapku dalam hati.



Obrolan asyik yang berlangsung lama sedari tadi seketika berhenti ketika suara azan maghrib terlantun menggetarkan alam kota Bandung yang sudah gelap bermahkotakan bulan sabit. Sepertinya aku harus pulang dan mulai merencanakan pergi ke kosan teman yang sekiranya bisa memberiku pinjaman uang. “ Ban sekarang lu mau kemana? Jadi lu minjem duit ke si Dodi?” “Iya gw mau ke Dodi dulu, mana tau dia bisa kasih pinjem duit ke gua”. Akhirnya kita pun bergegas ke kosan masing-masing, sebab aku dan dia memang sudah tidak tinggal satu kosan lagi sejak setahun yang lalu.

Dengan arah yang tepisah kami berjabat tangan dan beranjak ketujuan kami masing-masing. Arah yang aku tuju kini adalah kosan kawan sekelasku yaitu Dodi. Dodi ini adalah kawanku asli minang yang berasal dari Pariaman, Sumatera Barat. Akhir-akhir ini aku sering menginap di kamarnya dan sering bersamanya dalam urusan kegiatan kuliah di kampus. Kejenuhan di kamarku pun yang turut memberi dorongan agar aku mencari suasana baru. Alhasil Dodi dan kamarnya menjadi suasana baru itu. Semoga saat ini Dodi bisa memberikanku sedikit bantuannya untuk menyambung hidupku di Bandung ini.

Langkahku tidak gontai dan agak terburu-buru bagaikan sedang memburu sesuatu hal penting. Banyaknya pedagang kaki lima pun tidak mampu menggoyahkan niatku untuk bergegas sampai di kosan Dodi. Hanya harapan kecil yang ada dalam benakku. Yakni pinjaman uang untuk membungkam lantangnya jeritan lapar dari perutku.

Akhirnya aku pun telah sampai di halaman kosan kawanku. Tanpa beban, mataku langsung menatap tajam kearah tangga. Kosan Dodi memang bertingkat, Dodi tinggal di lantai dua dengan letak kamar paling pojok dan tergolong aman untuk menyembunyikan gadis buronannya. Maklum, kawanku yang satu ini memiliki hobi unik yang berkaitan dengan kaum hawa. Anak tangga pertama ku injak, lalu seterusnya dan seterusnya. Kemudian aku langsung saja ke arah kamar kosnya. Pintunya tidak tertutup, maka langsung saja aku memberi salam. “Assalamualaikum” ucapku memberi salam. “Waalaikumsalam, eh Handry. Ayo sini masuk” jawab Dodi membalas salam dan mempersilahkan aku masuk kamarnya.

“Abis dari mana lu ndry?” “Biasa Dod, abis nongkrong di depan kampus bareng kawan gw” “Oouh.., ah ga ngajak-ngajak nih” “dikirain lu sibuk, mkanya gak gua sms elunya”.

Aku dan Dodi berbasa-basi sambil mata kami menonton televisi yang sedari aku belum datang, Dodi sedang menontonnya. Sesekali kami merespon tayangan di tivi dengan opini atau komentar kami yang mendekati jenius. Karena kejeniusan kami, maka kami hanya menjadi pengamat berita saja, itu pun di lingkup kosan. Kebiasaan seperti ini seringkali muncul di kosan Dodi yang memberikan banyak warnadalam pergaulan kami dengan teman kelas yang lainnya. Di sini, diskusi ringan dan bebas kerap ditunjukkan oleh kami. Namun, dalam hitungan menit suasana akan berubah ketika aku mengatakan, “Dod, punya duit gak? Gua minjem sedikitlah”.

Tebakkanku kali ini tidak meleset dari perkiraan. Kali ini Dodi berkata sedang dalam posisi tidak memiliki uang. Bahkan dia pun berupaya untuk meyakinkan bahwa aku dan dia dalam keadaan yang senasib sepenanggungan. Dan Dodi pun merasa pusing dengan keadaannya itu. Dodi dengan berujar kepadaku, dia baru akan meminjam uang pada temannya besok. Itupun tidak pasti katanya.

Merasa kenyataan hari ini pahit, akhirnya aku bertanya kepadanya. “Dod, kira-kira siapa yang bisa minjemi duit sama gua yaa” tanyaku dengan wajah pucat pasi. Beberapa nama teman dikelas pun disebutkan olehnya. Nama-nama mereka yang disebutkan Dodi adalah mereka yang memiliki keadaan finansial yang sehat. “Ndry mending lu coba minjem ke si Dewi aja, mana tau dia mau minjemin” jawab Dodi mengarahkan aku pada salah satu kawan di kelas. Menanggapi sarannya yang mungkin bisa diterima oleh akal, aku menimbang-nimbang ide itu. Yup, dulu aku pun pernah meminjam uang padanya dan dia juga wanita yang cukup ramah.

Dirasakan olehku saran Dodi sangat mungkin untuk menghasilkan yang diharapkan, maka tidak ada salahnya bagiku mencoba. “Mungkin ini jawaban untuk problem hari ini” pikirku dalam angan. Tidak butuh waktu lama dan tidak perlu membuang waktu terlalu banyak aku pun bersiap untuk menuju kosan Dewi.

Kosan Dewi tidak jauh dari kosan Dodi. Kosan Dewi berada di seberang jalan raya, tepatnya di belakang mini market di sekitar kampus. Dia berasal dari Sumatera Utara dan menurut sepengetahuanku dia orangnya cukup baik. Karena alasan itu pula aku mau memberanikan diri mencoba meminjam uang kepadanya. Oh iya, walaupun Dewi itu berasal dari Sumut tetapi Dewi itu bersuku jawa. Orangtua dan kakek neneknya sudah lama menetap di Sumatera Utara dan semenjak itu mereka tidak pernah lagi pulang ke Pulau Jawa.

Sama halnya dengan Dodi, kamar kost Dewi bertingkat dua dan kebetulan kamar Dewi ada di lantai dua paling pojok. Hanya bedanya, kosan Dewi lebih mahal dan tentunya lebih bagus kondisinya. Suasananya cukup nyaman namun menurut kabar yang beredar kosan yang dihuni Dewi ini tidak aman.

Aku naiki saja anak tangganya perlahan-lahan agar suara langkah kakiku tidak terlalu berisik. Setelah itu aku bergegas melewati lorong gelap yang panjangnya hanya beberapa meter saja. Sebelum kamar Dewi aku melewati dua kamar, satu di sebelah kanan dan satu lagi di sebelah kiri. “jadi atau jangan yaah gua minjem duit, kok gua mendadak ragu” kataku dengan perasaan yang tidak enak. Namun sudah terlanjur berada di tempatnya maka mundur adalah pilihan untuk mati. “tok tok tok, Assalamualaikum.. Dewi..” aku mengetok pintu sambil mengucap salam dan memanggil namanya. “Waalaikumsalam, siapa?” sahutnya dengan nada khas melayu yang enak di dengar. “Ini gua Handry Lumban wi, gua ada perlu sebentar nih” balasku lagi. Dan wow, akhirnya pintunya dibuka, kini aku bingung dari mana harus memulai perkataan. “Tuhan bantu aku saat ini”. Aku mengeluh lirih dalam hati.


Nampaklah wajah Dewi dengan senyum kecilnya namun terheran dengan kedatanganku yang tidak biasanya. Ketahuilah, apa yang aku lihat kini, mengingatkan aku pada rasa dimana aku memperhatikannya di semester-semester lampau. Dimana aku merasa wanita ini sama sekali tidak suka mencari gara-gara. Lalu aku menyukai segala kesederhanaan yang dimilikinya. Baik sebagai teman atau... “oh, nggak, nggak.. itu gak mungkinlah” kataku menepis pikiran yang tidak seharusnya aku pikirkan.

Memang harus aku akui aku pernah ingin mencoba dekat dengannya namun aku belum mencobanya dengan sangat baik. Aku berpikir, suatu ketika nanti mungkin akan ada waktu bagi kami untuk berbicara jauh tentang Sumut atau hal yang lainnya. Meskipun keinginan yang pernah ada waktu dulu sudah tidak ada lagi, namun canggung masih melekat di dada ini. Tapi kembali ketujuanku, kini hanya satu harapanku yakni mendapatkan pinjaman uang darinya. Dan sampai akhirnya, akupun dipersilahkan masuk ke dalam kamarnya. Aku dipersilahkan masuk dengan cukup ramah. Walau aku merasa dia sudah bisa menebak maksud kedatanganku ke tempatnya adalah karena butuh sesuatu darinya.

Sungguh tidak aku bayangkan, harga diri ini sudah sedikit berkurang dibanding saat permasalahan duit tidak separah saat ini, “Dewi elu bisa kan ngobrol sama gua?” “begini wi gua ada yang mau diobrolin nih”.

“mau ngobrol apa nih emangnya?” balasnya kembali bertanya.

Sambil menahan malu, dengan berbelit dan kalimat yang tertahan di ujung lidah aku memberanikan diri untuk berbicara jujur.

“Dedew lu punya duit yang bisa di pinjemin gak sama gue, coz gue lagi butuh banget nih. Minggu depan pasti gua ganti koq, lu tenang aje, percaya deh sama gua” ujarku dengan untaian kata menghiba.

Sambil ku mencuri-curi pandang kepadanya, aku menebak-nebak apakah dia akan memberikan aku pinjaman uang atau tidak. “Oh Dewi gua mohon buat kali ini aja. Sambungkanlah hariku” ucapku dalam hati. Bersambung...

Selasa, 11 Agustus 2015

Meski Banyak Ditentang


Karya Handry Lumban Purba

Bekasi 21 Januari 2015

Keajaiban tak kan pernah habis
Meski nanti aku menjadi pudar
Pedomanku tak kan pernah usang
Meski akan banyak di tentang

Dan sesungguhnya kau kan tahu
Kebenaran dalam waktu yang dekat
Tidakkah kau menyaksikan semua
Jaman berubah begitu buasnya

Demi langit yang mempunyai jalan-jalan

Segala yang membentuk hidupku ini
Selalu aku syukuri
Cukuplah Tuhan yang menjadi
Penolongku yang nyata

Tatapan kalian akan menjadi pacuan
Ucapan kalian ku anggap sebagai sanjungan
Perbuatan kalian tersimpan dalam ingatan
Akan aku nikmati sampai suatu masa nanti

KUIB Parade Tauhid Di Car Free Day

Parade: Kongres Umat Islam Bekasi lakukan parade Tauhid perdana di  lokasi Car Free Day(CFD).
Mereka menyuarakan penolakan pembangunan Gereja Santa Clara di Kecamatan Bekasi Utara.

BEKASI SELATAN, MEDIASI- Kongres Umat Islam Bekasi(KUIB) lakukan parade tauhid pada minggu 9 agustus 2015. Parade itu berlangsung di lokasi Car Free Day(CFD) jl. Ahmad Yani, Bekasi Selatan. KUIB itu sendiri merupakan gabungan dari berbagai ormas Islam dan para ulama yang ada di Kota Bekasi.

Dengan mengenakan busana muslim dominan warna putih, KUIB seketika jadi pusat perhatian khalayak ramai. Diperkirakan anggota KUIB yang turun ke jalan berjumlah ratusan orang. Mereka terdiri dari pria dan perempuan dewasa, serta anak-anak dan para remaja.

Parade Tauhid itu dimulai kurang dari pukul 9.00 WIB. Dengan membawa sejumlah bendera bertuliskan aksara arab, mereka membentuk dua barisan terpisah. Barisan terdepan untuk para pria dan diikuti para perempuan dibarisan berikutnya.

Mereka yang tergabung dalam KUIB kemudian berjalan mengelilingi jalanan lokasi CFD. Parade dipimpin oleh beberapa kordinator yang naik di atas mobil bak. Dalam parade itu, beberapa ustad menyuarakan maksud dan tujuan parade tersebut.

“Kami para ormas-ormas  Islam yang tergabung dalam KUIB menginginkan Kota Bekasi jadi kota ihsan yang bertauhid,” kata Ustadz Nanang, minggu(9/8).

Di atas mobil Ustadz Nanang menyerukan, umat Islam Kota Bekasi harus bersatu menegakkan syariat agama. Ustadz Nanang mengajak para warga yang hadir mendukung upaya mereka dalam mewujudkan Kota Bekasi sebagai kota ihsan yang bertauhid.

“Besok senin, di Islamic Center sekitar pukul 7 pagi, kita akan bertemu Pak Walikota RahmatEffendi. Kita akan sampaikan keinginan kita. Sehingga bisa melahirkan perda-perda yang tak melanggar syariat,” ungkapnya melalui alat pengeras suara.

Ketua KUIB BernardAbdul Jabar menjelaskan, tujuan KUIB merupakan upaya mengantisipasi maraknya pembangunan tempat peribadatan liar tak berijin. Kemudian mengantisipasi ancaman bahaya aliran-aliran sesat.

“Lebih detail tujuannya adalah mengantisipasi pembangunan rumah ibadah liar dan aliran-aliran sesat. Kemudian menghilangkan kemaksiatan, seperti judi dan miras,” ungkap UstadBernard.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, KUIB menghendaki jajaran Pemerintahan Kota(Pemkot) Bekasi segera membuat larangan terkait segala macam bentuk kemaksiatan. Dirinya berharap syiar parade tauhid  membuka peluang Kota Bekasi bisa menjadi kota ihsan yang bertauhid. Kemudian Walikota dituntut tegas dan segera mencabut izin pembangunan Gereja Santa Clara di Kecamatan Bekasi Utara.


“Yang menjadi harapan kita adalah, mewujudkan Kota Bekasi ihsan yang bertauhid. Hal itu sesuai dengan apa yang sudah sepakati dalam kongres umat Islam Bekasi. Dan kami ingin Pak Walikota mencabut ijin pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara” ungkap Ustadz yang juga Ketua Federasi Anti Pemurtadan Bekasi(FAPB). (HLP)

Minggu, 02 Agustus 2015

Lebih Pilih Main Burung Ketimbang Game Online



BANTARGEBANG, MEDIASI- Tak semua anak usia pelajar baik SD, SMP maupun SMA gemar habiskan waktu main di Warung Internet(Warnet). Seperti Diki, Yoga, Rizki dan Adit, mereka lebih memilih waktu bermain dengan burung dara ketimbang game online. Menurut Diki pelajar kelas 5 SD, bermain burung dara sangat mengasikkan.

“Burung dara kalau udah giring, bisa diterbangin ditempat jauh. Tapi burungnya nanti bakalan balik lagi ke kandangnya,” kata Diki Kurniawan, jumat(31/7).

Baginya keseruan main dengan binatang peliharaan berbeda dengan main game di warnet. Meski Diki tak bisa menjelaskan alasan perbedaan keseruan bermain dengan burung dara. Namun dirinya senang jika burung daranya mampu terbang lebih tinggi dan cepat daripada burung dara milik teman-temannya.

“Diantara kita semua, burung dara saya yang paling giring. Burung jantannya gesit tapi saya belum berani terbangin dari jarak jauh,” ungkapnya.

Sedangkan Rizki mengatakan, bermain burung dara jelas lebih seru dari main warnet. Sebab dirinya memang dilarang bermain game online oleh orangtuanya. Dikatakannya terlalu banyak bermain game di warnet jadi tak bisa menabung dan jadi boros.

“Malas main game online takut ketagihan. Kalau ketagihan nanti boros terus saya jadi gak punya tabungan,” tutur Rizki yang merupakan pelajar kelas 2 SMP.

Bagi Rizki dan Diki, memelihara burung dara cukup mudah. Yang sulit hanya membuat kandang burungnya. Semua kandang burung milik mereka dibuatkan oleh orangtua mereka masing-masing.


“Kandang burung saya dari peti telur. Petinya dibikinin pintu sama dikasih atap biar kalau ada hujan gak bocor,” kata Rizki.

Selepas memberi makan burung dara tersebut, mereka melakukan permainan. Yakni lomba balap burung dara jarak dekat. Tampak Rizki dan Adit memegangi burung dara betina. Dan sekitar jarak 100 meter Diki memegang dua burung jantan.

Dengan tiga hitungan kedua burung jantan dilepaskan. Kedua burung tersebut terbang beradu cepat menuju betinanya masing-masing. Beberapa kali latihan lomba itu dilakukan, burung dara milik Diki menjadi juaranya.

“Burung saya mah udah lama giring. Kalau burung si Rizki belum terlalu giring,” kata Diki senang.


Diakui Diki, dirinya memiliki dua pasang burung dara. Dan sepasang burungnya telah menghasilkan satu anak burung dara. Dirinya berharap burungnya bisa berkembang biak dengan cepat. Agar jumlahnya bertambah banyak dan bisa dijual kepada teman-temannya. (HLP)

Komunitas Pinggir Kontrakan

Komunitas Pinggir Kontrakan
K.P.K

Keripik Daun Melinjo

Keripik Daun Melinjo
Khas Bekasi