MEDIASI(Media Bekasi)- Berikut ini adalah contoh skripsi dengan menggunakan analisis wacana Teun Van Dijk. Dengan judul skripsi, "Topik Demokrasi Dalam Rubrik Opini Pada Harian Umum Media Indonesia Edisi April 2012". Disusun oleh Handry Lumban Purba. Apabila postingan ini yang anda cari, silahkan amati dan modifikasi. Selamat membaca, semoga bermanfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Apa
yang diketahui manusia tidak luput dari peran media massa. Terpaan media massa
terhadap kehidupan manusia sangat tidak mungkin dihindari. Hal ini sudah cukup
menunjukkan bagaimana hebatnya perkembangan komunikasi massa yang begitu pesat.
Macam-macam informasi bisa didapatkan dan disebarkan kepada khalayak luas
dengan secepat-cepatnya.
Komunikasi massa menurut Nurudin (2007:3) adalah
komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal
perkembangannya saja, komunikasi berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media
komunikasi massa). Dan media massa yang dimaksud adalah media massa hasil
produk teknologi yang sudah modern. Selain dari pada itu, komunikasi massa
membutuhkan penapis informasi atau regulator. Yaitu beberapa orang individu
atau kelompok yang bertugas menyampaikan atau mengirimkan informasi kepada
khalayak luas melalui media massa.
Kini, banyak orang mulai menyadari begitu pentingnya
media massa dalam memberikan berbagai macam informasi. Kebutuhan informasi yang
semakin tinggi saat ini mulai diimbangi dengan munculnya beragam media massa. Baik media massa dalam bentuk cetak maupun
elektronik. Wujud media massa antara lain yaitu, surat kabar, majalah,
televisi, radio, buku, internet.
Berkembangnya teknologi informasi pada era
globalisasi, media massa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Bermunculannya berbagai media cetak seperti surat kabar maupun majalah
memberikan khalayak pilihan pesan yang semakin beragam. Realita yang nampak
adalah, manusia memang memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap
informasi. Oleh karena itu, berbagai media massa diberdayakan oleh pengelolanya
dengan kesadaran akan kekuatan fungsi dan manfaat media massa itu sendiri.
Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, menjabarkan fungsi-fungsi pers sebagai berikut:
1.
Fungsi menyiarkan
informasi (to inform)
Menyiarkan informasi merupakan fungsi pers yang
pertama dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar
karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di dunia ini, mengenai
peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dikatakan
orang lain dan sebagainya.
2.
Fungsi mendidik (to education)
Fungsi kedua pers adalah mendidik. Pers merupakan
sarana pendidikan massa (mass educations), surat kabar dan majalah adalah
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca
bertambah pengetahuannya. Fungsi ini bisa secara imflisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana.
3.
Fungsi menghibur (to entertaint)
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat oleh
surat kabar atau majalah untuk mengimbangi berita-berita berat hard news dan artikel yang berbobot. Isi
surat kabar dan majalah yang bersifat hiburan dapat berbentuk cerita pendek,
cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur dan sebagainya. Meskipun
pemuatan isi mengandung hiburan, ini semata-mata untuk melemaskan ketegangan
pikiran setelah pembaca disuguhi berita informasi yang berat.
4.
Fungsi mempengaruhi (to influence)
Fungsi terakhir adalah fungsi mempengaruhi. Yang
menyebabkan pers mempunyai peran penting dalam masyarakat. Salah satunya bisa
melalui media yang beredar di masyarakat, baik itu media cetak atau media
elektronik.
Keempat fungsi media diataslah yang menempatkan
media massa pada posisi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pada era
reformasi seperti sekarang ini, media merupakan salah satu alat yang sangat efektif, efisien dan strategis dalam mengajak dan
mempengaruhi khalayak. Sebaliknya, khalayak pun dapat berpartisipasi di
dalamnya sebagai wujud peran serta dalam memberikan ide, gagasan, maupun
kritikan terhadap pers ataupun pemerintah.
Peran khalayak terhadap pemerintah, media ataupun
layanan publik bisa disalurkan melalui media massa. Pada surat kabar dapat
ditemui rubrik opini yang berisikan artikel lepas dan surat pembaca. Hal ini
memudahkan khalayak menyampaikan gagasan dan opininya dengan cepat dan serentak
kepada khalayak yang lainnya. Artikel dan surat pembaca, menjadi persembahan
media massa untuk mewadahi aspirasi masyarakat.
Biagi (2010-28), berpendapat industri media
menyediakan informasi dan hiburan. Akan tetapi, media juga dapat memengaruhi
institusi politik, sosial dan budaya. Walaupun media secara aktif memengaruhi masyarakat,
mereka juga mencerminkannya, dan para cendikiawan terus-menerus berusaha keras
untuk menggambarkan perbedan-perbedaannya.
M. Arief Hakim (2008-44), menjelaskan artikel
sebenarnya merupakan karya tulis yang bersifat umum dan luas, bisa berupa opini
bahkan bisa juga berupa berita.Cuma, lazimnya artikel diidentifikasi sebagai
tulisan yang bersifat opini.
Sumadiria dalam bukunya Jurnalistik Indonesia
Penulisan Berita dan Feature membedakan jenis artikel sebagai berikut:
1.
Artikel praktis
Artikel praktis lebih menekankan pada aspek
ketelitian dan keterampilan daripada masalah pengamatan dan pengembangan
pengetahuan serta analisis peristiwa. Artikel praktis biasanya ditulis dengan
menggunakan pola kronologis.
2.
Artikel ringan
Artikel ringan lazim ditemukan pada rubrik
anak-anak, remaja, wanita, keluarga. Artikel jenis ini lebih banyak mengangkat topik
bahasan yang ringan dengan cara penyajian yang ringan pula, dalam arti tidak
menguras pikiran kita.
3.
Artikel halaman opini
Artikel halaman opini lazim ditemukan pada halaman
khusus opini yang lain yakni tajuk rencana, karikatur, pojok, kolom dan surat
pembaca. Artikel opini mengupas masalah secara serius dan tuntas dengan merujuk
pada pendekatan analitis akademis. Sifatnya relatif berat.
4.
Artikel analisis ahli
Sesuai dengan namanya, artikel jenis ini ditulis
oleh ahli atau pakar dibidangnya dalam bahasa yang populer dan komunikatif. Artikel
analisis ahli mengupas secara tajam dan mendalam suatu persoalan yang sedang
menjadi sorotan dan bahan pembicaraan hangat masyarakat.
Sekarang ini sudah begitu lumrah media massa
menghadirkan berita dengan topik politik. Hingga artikel yang dimuat pada suatu
media massa sangat erat kaitannya dengan tulisan yang berbau politik. McQuail
dalam bukunya Mass Communication Theory,
mengatakan bahwa teori ini lahir dalam masyarakat liberal yang sudah maju. Ia
lahir sebagai “reaksi atas komersialisasi dan monopolisasi media yang dimiliki
swasta dan sebagai reaksi atas sentralisme dan birokratisasi
institusi-institusi siaran publik, yang timbul dari tuntutan norma tanggung
jawab sosial.
Teori tersebut mencerminkan sebuah kekecewaan
terhadap partai-partai politik yang mapan terhadap sistem demokrasi perwakilan
yang terlihat tercerabut dari akar rumput asalnya. Inti dari teori partisipan
demokratik terletak pada kebutuhan-kebutuhan, kepentingan-kepentingan dan aspirasi-aspirasi pihak penerima pesan
komunikasi dalam masyarakat politis.
Demokrasi itu
sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya
berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui
perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
demokratia "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata demos
"rakyat" dan Kratos "kekuasaan".
Dan menurut Abraham Lincoln dalam pidato
Gettysburgnya, (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi) mendefinisikan demokrasi sebagai
"pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini
berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan
rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur
kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan
suara terbanyak.
H.A Chozin Chumaidy (2006-12), menjelaskan, sebagai
suatu sistem yang telah mendapatkan pengakuan yang tinggi oleh seluruh bangsa
apabila dihadapkan dengan realitas aplikasinya, demokrasi cenderung “kehilangan” makna dan nilai-nilai luhurnya. Hal ini barang
kali disebabkan demokrasi sebagai suatu sistem yang sarat dibebani harapan dan
nilai-nilai budaya lokal yang mempengaruhi persepsi dan pemahaman terhadap
demokrasi itu sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh Giovanni sartori bahwa
“sepanjang kehidupan berjalan, demokrasi memperoleh arti berbeda-beda pula”.
Sebagaimana contoh hampir setiap negara akan berbeda dalam mengaplikasikan
demokrasi sesuai dengan muatan-muatan lokal yang ada.
William Liddle dalam bukunya Memastikan Arah Baru
Demokrasi, mengungkapkan pendapat yang menyatakan bahwa gagasan atau ide dan
peristiwa politik menentukan wujud sistem politik bukan hal yang baru dalam
ilmu literatur ilmu politik. Para teoritisi demokrasi tahu betul bahwa hakikat
demokrasi sesungguhnya bukan terletak pada sistemnya, melainkan pada nilai
(value) atau norma (norm) politik yang terdapat dalam masyarakat. Norma politik
merupakan patokan atau pedoman bagi masyarakat untuk bertingkah laku politik.
Nilai atau norma memberikan batasan tentang apa yang boleh dan tidak untuk
digunakan. Dengan kata lain, alam pikiran manusia mempengaruhi tingkah laku
politiknya.
Norma politik, kadang-kadang disebut juga dengan
istilah budaya politik, dibentuk oleh bermacam-macam faktor. Diantaranya yang
penting adalah keyakinan (belief) terhadap kekuasaan, pengetahuan, persepsi,
dan informasi tentang aturan-aturan, prosedur, mekanisme dan objek-objek
politik (ideologi, lembaga-lembaga politik, penguasa, kebijakan pemerintah).
Dalam filsafat ilmu politik pemikiran Montesquieu mengenai Trias
Politika berkaitan dengan aliran filsafat idealisme karena sangat menekankan
kepada demokrasi dalam tubuh pemerintahan yang tidak dapat ditemui dalam aliran
filsafat lainnya. Trias Politika berasal dari bahasa Yunani (Tri=tiga;
As=poros/pusat; Politika=kekuasaan) yang merupakan salah satu pilar demokrasi, prinsip
trias politika membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif
dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling
lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran
dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Konsep dasarnya adalah kekuasaan di suatu negara
tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus
terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Lembaga-lembaga negara
tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan
yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Dengan adanya
pemisahan kekuasaan ini, akan terjamin kebebasan pembuatan undang-undang oleh
parlemen, pelaksanaan undang-undang oleh lembaga peradilan, dan pelaksanaan
pekerjaan negara sehari-hari oleh pemerintah. (http://felixsharieff.wordpress.com/2009/12/15/pemikiran-montesqieu-mengenai-trias-politika/)
Untuk
mengetahui bagaimana nilai-nilai demokrasi itu ada dalam sebuah tulisan artikel
pada surat kabar, maka penulis memilih cara tepat untuk menganalisis hal
tersebut. Dengan menggunakan analisis wacana Van Dijk penulis mencoba
mengungkapkan struktur tulisan pada artikel
yang akan diteliti. Penelitian tidak didasarkan dengan menganalisis teks
semata. Tetapi dengan dengan melihat juga struktur sosial, dominasi dan
kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Dan bagaimana kognisi atau
pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.
Berdasarkan
deskripsi di atas, maka penulisan sebuah artikel sangat menarik untuk diteliti
melalui analisis Van Dijk ini. Adapun artikel yang dipilih dalam skripsi ini
diambil dari Harian Umum Media Indonesia.
Seringkali HU Media Indonesia memunculkan artikel yang memaparkan masalah
politik. Namun, bagaimana pesan demokrasi ini dikemas dan beredar ditengah
khalayak yang menganut sistem demokrasi. Sedangkan judul yang diambil adalah, “Topik Demokrasi Dalam Rubrik Opini PadaHarian Umum Media Indonesia”(Analisis
Wacana Teun Van Dijk pada Rubrik Opini).
B.
Rumusan Masalah
Selanjutnya, permasalahan dalam latar belakang
tersebut, maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimana penulisan artikel
dalam kolom opini HU Media Indonesia?
2.
Bagaimana muatan
nilai-nilai demokrasi disusun dan dirangkai dalam kolom opini di H.U Media
Indonesia?
3.
Bagaimana Struktur
artikel dalam kolom opini HU Media Indonesia mampu mempengaruhi opini publik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, pada
hakikatnya adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam poin Perumusan Masalah di atas, yaitu:
1.
Untuk mengetahui apa
yang dikatakan dipenulisan artikel dalam kolom opini di H.U Media Indonesia
2.
Untuk mengetahui teknik
menyusun dan merangkai muatan demokrasi dalam artikel di kolom opini pada HU
Media Indonesia
3.
Untuk mengetahui adanya
daya mempengaruhi opini publik dalam kolom opini pada HU Media Indonesia
D. Kegunaan Penelitian
1.
Secara teoritis ataupun
metodologis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan bagi
peneliti lain yang melakukan penelitian pada bidang yang sama, sehingga berguna
bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan perkembangan ilmu
jurnalistik pada khususnya.
2.
Secara praktis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Harian Umum Media Indonesia dalam menampung segala tulisan
masyarakat, terutama tulisan artikel pada kolom opini.
E. Kerangka penelitian
Kerangka Demokrasi
adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal
dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan
(demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani (demos)
"rakyat" dan (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada
sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara
kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu
bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan
berada di tangan orang banyak (rakyat).
Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem
pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum di Athena yang ingin
menyuarakan pendapat mereka. Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut
satu pihak melalui tirani, kediktatoran dan pemerintahan otoriter lainnya dapat
dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada
masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka
melainkan hanya laki-laki saja. Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan
penduduk yang orang tuanya bukan orang Athena tidak memiliki hak untuk itu.
Di Indonesia, pergerakan nasional juga
mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan
anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur,
landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua
orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan
untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masalah keadilan
menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri
jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta
pertolongan untuk mencapai hal tersebut.
Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam
kebijakan politik dan sosial. Hal tersebut
terkandung dalam prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip
demokrasi ini dapat ditinjau
dari pendapat Almadudi (http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi)
yang kemudian dikenal dengan "soko guru
demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
- Kedaulatan rakyat
- Pemerintahan berdasarkan
persetujuan dari yang diperintah
- Kekuasaan mayoritas
- Hak-hak minoritas
- Jaminan hak asasi manusia
- Pemilihan yang bebas dan
jujur
- Persamaan di depan hukum
- Proses hukum yang wajar
- Pembatasan pemerintah
secara konstitusional
- Pluralisme sosial,
ekonomi, dan politik
- Nilai-nilai toleransi,
pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Ciri pemerintahan demokrasi bisa dilihat dari
Pemilihan umum secara langsung yang mencerminkan sebuah demokrasi yang baik.
Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan
dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan
demokrasi adalah sebagai berikut:
- Adanya keterlibatan warga negara
(rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak
langsung (perwakilan).
- Adanya pengakuan, penghargaan, dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
- Adanya persamaan hak bagi seluruh
warga negara dalam segala bidang.
- Adanya lembaga peradilan dan
kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
- Adanya kebebasan dan kemerdekaan
bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang
bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan
pemerintah.
- Adanya pemilihan umum untuk memilih
wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pemilihan umum yang bebas,
jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan
serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan
keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
Adapun analisis yang digunakan
untuk meneliti artikel dengan menggunakan analisis wacana Van Dijk. Eriyanto,
(2001:221) menjelaskan model yang dipakai Van Dijk ini kerap disebut sebagai
“kognisi sosial”. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan
psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya
suatu teks. Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu
praktik produksi yang harus juga diamati. Van Dijk membaginya ke dalam tiga
tingkatan:
a.
Struktur makro. Ini
merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat
topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi
tertentu dari suatu peristiwa.
b.
Superstruktur adalah
kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam
teks secara utuh.
c.
Struktur mikro adalah
makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi,
anak kalimat, parafrase yang dipakai dan sebagainya.
Tabel
1 Elemen Wacana Van Dijk
Struktur
wacana
|
Hal
yang diamati
|
Elemen
|
Struktur Makro
|
TEMATIK
(Apa yang dikatakan?)
|
Topik
|
Superstruktur
|
SKEMATIK
(Bagaimana
pendapat disusun dan dirangkai?)
|
Skema
|
Struktur Mikro
|
SEMANTIK
(Makna yang
ingin ditekankan dalam teks berita)
|
Latar, detail,
maksud, pra anggapan, nominalisasi
|
Struktur Mikro
|
SINTAKSIS
(Bagaimana
pendapat dapat disampaikan?)
|
Bentuk
kalimat, koherensi, kata ganti
|
Struktur Mikro
|
STILISTIK
(Pilihan kata
apa yang dipakai?)
|
Leksikon
|
Struktur Mikro
|
RETORIS
(Bagaimana dan
dengan cara apa penekanan dilakukan?)
|
Grafis,
Metafora, Ekspresi
|
Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa
dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Meski terdiri atas berbagai
elemen, namun semua elemen itu merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan
mendukung satu sama lainnya. Untuk memperoleh gambaran ihwal elemen-elemen struktur
wacana tersebut, berikut akan dijelaskan singkat tentang elemen tersebut.
1.
Tematik
Secara harfiah tema
berarti “sesuatu yang telah diuraikan”, atau “sesuatu yang telah ditempatkan”.
Sebuah tema bukan merupakan hasil dari seperangkat elemen yang spesifik,
melainkan wujud-wujud kesatuan yang dapat kita lihat di dalam teks atau bagi
cara-cara yang kita lalui agar beraneka kode dapat terkumpul dan koheren. Kata
tema kerap disandingkan dengan apa yang disebut topik. Topik secara teoritis
dapat digambarkan sebagai dalil (proposisi), sebagai bagian dari informasi
penting dari suatu wacana dan memainkan peranan penting sebagai pembentuk
kesadaran sosial.
2.
Skematik
Skematik mungkin merupakan strategi dari komunikator
untuk mendukung makna umum dengan memberikan sejumlah alasan pendukung. Apakah
informasi penting disampaikan diawal, atau pada kesimpulan bergantung kepada
makna yang didistribusikan dalam wacana.
3.
Semantik
Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu
bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna lesikal maupun makna
gramatikal.Semua strategi semantik selalu dimaksudkan untuk menggambarkan diri
sendiri atau kelompok secara positif. Sebaliknya, menggambarkan kelompok lain
secara buruk, sehingga menghasilkan makna yang berlawanan.
4.
Sintaksis
Sintaksis merupakan bagian atau cabang dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Bentuk
lain adalah dengan melakukan nominalisasi yang dapat memberikan sugesti kepada
khalayak adanya generalisasi. Strategi pada level sintaksis yang lain adalah
dengan menggunakan bentuk kalimat, yang berhubungan dengan cara berpikir logis
yaitu prinsip kausalitas. Bentuk kalimat di sini bukan hanya pada persoalan
kebenaran teknis tata bahasa, tetapi menentukan makna dari susunan kalimat.
5.
Stilistik
Pusat perhatian stilistik adalah padan style yaitu
cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya
dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style dapat
diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan
leksikal, ragam kalimat, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan
seorang sastrawan yang terdapat dalam sebuah karya sastra.
6.
Retoris
Strategi dalam
level retoris di sini adalah gaya yang diungkapkan ketika seorang berbicara
atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian kata yang berlebihan (hiperbolik) atau
bertele-tele. Strategi retoris juga muncul dalam bentuk interaksi, yakni
bagaimana pembicara menempatkan atau memposisikan dirinya diantara khalayak. Di
dalam suatu wacana, seorang komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok,
tetapi juga kiasan ungkapan metafora, yang dimaksudkan sebagai ornamen atau
bumbu dari suatu teks.
F. Metodologi penelitian
1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah rubrik opini pada HU Media
Indonesia edisi april 2012. Peneliti mengambil penelitian tersebut karena
peneliti ingin mengetahui isi pesan yang disampaikan dalam rubrik opini pada HU
Media Indonesia edisi april 2012.
2.
Metode
Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif
dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk. Penelitian bertujuan
untuk mengetahui muatan demokrasi yang disampaikan dalam rubrik opini pada HU
Media Indonesia Edisi April 2012.
3.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti
adalah dengan cara:
a.
Studi dokumentasi yaitu
mengumpulkan dokumen-dokumen dan data-data mengenai tulisan teks rubrik opini
yang akan diteliti.
b.
Studi kepustakaan,
yaitu usaha-usaha untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan teori-teori
serta konsep-konsep yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.
4.
Teknik
Analisis Data
Analisis data yang peneliti lakukan menggunakan
metode kualitatif, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Mengumpulkan data dan
mengecek data dengan menggunakan tabel dan kategori
b.
Mengklasifikasi data
sesuai dengan kategorisasi yang telah dibuat yaitu kategori isi pesan dan
kategori teknik pesan
c.
Mendeskripsikan data
d.
menyimpulkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar