Saat
awal reformasi berdiri ketidak adilan terhadap buruh marak terjadi. Fenomena
tersebut selalu terjadi mulai dari penghujung pemerintahan Presiden Soeharto
hingga SBY. Kini periode itu telah usai dan diganti dengan pemerintahan Jokowi.
Namun miris, kenyataannya ketidak adilan terhadap buruh masih terus berlanjut.
Coba
ingat kembali saat dahulu Jokowi masih merupakan capres. Beliau hadir
kepermukaan bagaikan sebuah solusi untuk segala permasalahan di negeri ini.
Beragam janji beliau kampanyekan agar banyak kalangan tertarik memilihnya
sebagai presiden. Tidak terkecuali kaum buruh yang menggantungkan harapannya
pada beliau.
Kala
itu Jokowi lantang menggemakan mengenai nawacita. Yang salah satu isinya adalah
mewujudkan keadilan serta kesejahteraan kaum buruh. Dimana program tersebut
menjadi satu dari sekian prioritas utama. Nawacita pun termaktub jelas di benak
para buruh. Dan selalu penuh harap agar cita Jokowi tersebut segera terwujud menjadi
kenyataan. Terutama pada cita ke 5, 6 dan 7.
Kini
Jokowi telah resmi menjabat sebagai orang nomor satu di negara ini. Roda
pemerintahannya sudah berjalan lebih dari satu semester. Namun cinta Jokowi
kepada kaum buruh masih belum terbangun. Hal tersebut jelas terbukti dari belum
adanya kebijakan pak presiden yang pro buruh.
Jangankan
untuk menikmati kesejahteraan, keadilan saja masih menjadi barang langka bagi
kaum buruh. Mulai dari pengupahan yang tidak sesuai standar UMP atau UMK hingga
masalah tunjangan dan fasilitas yang masih mengecewakan. Tuntutan tersebut
berulang kali disampaikan oleh buruh kepada pemerintah melalui Disnaker. Namun
berulang kali pula buruh tidak merasakan hasil kinerja mereka.
Berbanding
terbalik dengan nasib TNI. Pada hari kamis, 16 april silam Presiden mengumumkan
kenaikan tunjangan prajurit TNI hingga 60 persen. Jokowi menyampaikan hal
tersebut dalam pidatonya setelah pengangkatan Presiden sebagai warga kehormatan
TNI di Cilangkap, Jakarta. Mendengar hal tersebut, seluruh prajurit TNI senang
dan merasa diperhatikan oleh Bapak Presiden Jokowi.
Presiden
sangat jelas memperlihatkan kasih sayangnya kepada TNI. Itu terlihat dari
kebijaksanaannya berjanji menaikkan tunjangan. Kepeduliannya terhadap TNI
terasa begitu nyata. Lantas bagaimana bentuk kasih sayang Jokowi terhadap buruh
?
Mari
kita melihat realita hidup buruh yang nyata. Seperti upah layak yang masih
belum terealisasi, belum ditambahnya anggaran Jamkes dan belum dihapusnya
sistem kerja Outsourcing. Itu semua sedikit contoh kenyataan pahit kaum buruh.
Akan lebih banyak lagi apabila mengungkit soal perlindungan buruh.
Segala
persoalan tersebut menjadi tuntutan kaum buruh saat merayakan May Day (hari
Buruh) beberapa hari lalu. Dalam momentum itu kaum buruh diseluruh Indonesia
melakukan aksi turun ke jalan. Hal tersebut mereka lakukan guna menyuarakan
tuntutannya kepada pemerintah.
May
Day pada 1 mei lalu adalah kali pertama buruh menyuarakan tuntutannya kepada
pemerintahan yang baru. Buruh mengharapkan pemerintahan Jokowi serius
menyelesaikan persoalan yang dihadapi kaum buruh. Pemerintah tidak boleh merespon aspirasi buruh dengan sikap acuh tak
acuh. Jangan seperti suara masuk dari kuping kanan, keluar kuping kiri.
Bersyukur
peringatan hari buruh kali ini berlangsung dengan tertib dan damai. Tidak
seperti tahun-tahun lalu yang kerap diwarnai aksi anarkis. Cara buruh
menyuarakan tuntutannya kemarin patut diapresiasi oleh kita semua. Buruh
kembali memilih untuk bersabar menantikan gebrakan dari sang pemimpin. Seakan
buruh memberi izin kepada pemerintah untuk segera memperbaiki kerusakan di
sektor Ketenagakerjaan.
Intinya
buruh ingin didengar dan di perhatikan juga. Tuntutan yang disuarakan harus
bisa segera menemukan titik terang. Pemerintah harus lebih sigap lagi mengurus
persoalan buruh. Apabila tidak, tentu akan berdampak buruk bagi kelangsungan
pertumbuhan ekonomi negara.
Sebagai
orang yang berkedudukan tinggi dan membawahi seluruh menteri, Jokowi memiliki
wewenang dan otoritas. Tentunya kaum buruh mengidamkan cinta dari sang pemimpin
negara ini. Tidak jauh berbeda dengan prajurit TNI, kaum buruh juga perlu
diperhatikan nasibnya.
Idealnya
cinta atau kasih sayang itu akan terasa sempurna apabila mencukupi tiga hal.
Pertama, mencintai dengan hati. Kedua, mengutarakan cinta melalui lisan atau
ucapan dan tulisan. Ketiga, menunjukkan melalui sikap dan perbuatan.
Apabila
Jokowi benar-benar sayang pada kaum buruh yang juga bagian dari rakyatnya,
tentu tiga hal tadi akan diamalkan oleh beliau. Jokowi tidak boleh hanya
menyayangi buruh dengan hati dan ucapan saja. Cinta dan sayang itu perlu pembuktikan.
Kaum
buruh sangat merindukan perhatian dari seorang pemimpin negara. Buruh begitu
mendambakan kasih sayang Jokowi. Diharapan presiden mampu membuktikannya lewat
tindakan nyata. Yang jelas, apabila benar pak presiden peduli nasib kaum buruh,
tentunya beliau akan memberi kaum buruh sebuah kepastian. Kepastian apa? Tentunya
kepastian tindakan yang menghadirkan rasa keadilan dan kesejahteraan.
Penulis: Handry Lumban
Purba
Alamat: Bantargebang, Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar